Opini tentang Pendidikan Indonesia ( tugas LPM )
Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak Guru. Namamu akan selalu hidup dalam
sanubariku. Semua baktimu akan ku ukir di dalam hatiku. Sebagai prasasti terima
kasihku tuk pengabdianmu. Engkau sebagai pelita dalam kegelapan. Engkau laksana
embun penyejuk dalam kehausan. Engkau patriot pahlawan bangsa... tanpa tanda
jasa.
Sering mendengar lagu tersebut? Atau bahkan kita
hanya mendengarnya ketika upacara kelulusan Sekolah Dasar dulu ? Coba ingat
kapan terakhir kali lagu itu kita dengarkan.
Mencerdaskan kehidupan bangsa
merupakan salah satu cita-cita bangsa Indonesia. Hal tersebut yang menandakan
bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menjadikan pendidikan sebagai
salah satu aspek penting dalam kehidupannya. Namun, dapat kita lihat sendiri
bagaimana sekarang keadaan pendidikan kita. Mulai dari faktor pendidik dan
sarana-prasarana pendidikannya.
Sebuah hal yang dilematis ketika
potret pendidikan saat ini dihadapkan dengan kalimat “masa depan bangsa kita
ada pada generasi penerusnya”. Bisa dibayangkan bagaimana tangan kecil
anak-anak Indonesia yang dididik dengan sarana dan prasarana yang sangat
minimum dan pendidikan yang tidak memadai akan memegang tampuk kekuasaan di
masa yang akan datang? Ironis. Bayangkan saja, pendidikan yang pada dasarnya adalah
hak semua warga negara dan pemerintah wajib mendistribusikan dengan adil atau
paling tidak menyamaratakan hal tersebut, hanya terfokus di daerah-daerah yang
dekat dengan pusat pemerintahan. Entah itu di daerah-daerah atau di kota
sekalipun. Bisa kita amati, banyak terjadi ketimpangan pendidikan di Indonesia.
Daerah yang jauh dari pusat pemerintahan, bangunan sekolah, sarana prasarana
dan tenaga pendidiknya jauh dari kesan layak. Sedangkan sekolah yang berada
dekat dengan pusat pemerintahan cenderung menjadi sekolah favorit dan semua
kebutuhannya terpenuhi.
Di salah satu desa di Kecamatan
Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, sarana prasarana sangat tidak memadai
di jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak, misalnya di TK Pertiwi 11. Bangunan
yang juga menjadi gedung Dharma Wanita Desa Kalitengah ini telah berdiri sejak
tahun 1980. TK yang didirikan oleh pemerintah Desa Kalitengah ini tidak banyak
mengalami perubahan, bahkan lebih buruk dibandingkan TK yang dikelola oleh
Yayasan yang juga berdiri tidak jauh dari TK milik desa. Hal tersebut
dikarenakan pembiayaan TK yang ditanggung sendiri oleh pemerintahan Desa dan
dibantu oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan kemampuan desa sangatlah minim jika
harus membiayai perawatan dan pembangunan yang memadai untuk TK tersebut. Memang
Taman Kanak-Kanak bukan merupakan salah satu pendidikan formal yang wajib
dilalui oleh setiap anak. Tetapi di sinilah penanaman moral dan salah satu
pendidikan pertama anak di luar keluarganya, selain Pendidikan Anak Usia Dini
sekarang ini. Taman Kanak-Kanak memang telah luput dari perhatian kita, padahal
sebenarnya keberadaan Taman Kanak-Kanak juga berpengaruh pada kepribadian
generasi-generasi penerus kita.
Tidak hanya kecacatan itu saja, di desa ini,
bahkan beberapa tempat lainnya di Indonesia, masih saja terjadi praktek
Nepotisme. Dalam kenyataannya, akan sangat mudah bagi seseorang menjadi guru ketika
orang tersebut memiliki kenalan atau kerabat dalam bidang yang sama. Sedangkan
di luar sana, masih banyak guru-guru yang dengan susah payah harus menempuh
masa baktinya selama bertahun-tahun dan belum tentu diangkat sebagai PNS. Ibu
Titi, salah satu guru di TK Pertiwi 11 telah mengabdi selama dua belas tahun,
namun hingga saat ini beliau masih menjadi tenaga honorer di TK yang hanya
memiliki dua orang tenaga pendidik ini. Beliau hanya mendapat sebagian sawah bengkok (sawah desa) dari Desa
Kalitengah. Lalu tunjangan kurang lebih Rp 400.000 dan sebagian uang yang jika
dinominalkan kurang dari Rp 50.000 dari iuran muridnya setiap bulannya.
Pendidikan yang menjadi aset
penting negara dan merupakan jalan bagi para generasi muda memajukan kehidupan
mereka keadaannya sangat memprihatinkan. Di beberapa bagian Indonesia, negeri
yang katanya kaya raya ini, anak-anaknya
harus meniti jembatan dari tali, menyeberang sungai besar, menempuh puluhan
kilometer untuk memperoleh pendidikan. Di beberapa bagian Indonesia yang
disebut-sebut sebagai tanah surga ini, pendidikan bahkan belum mampu menjamah
ke pelosok-pelosok negeri. Di negeri yang gemah
ripah loh jinawi ini, banyak sekolah pelosok yang atapnya terbuat dari
daun-daun, atau atap genteng namun air masih mampu masuk ketika hujan turun.
Pendidikan adalah aspek vital
dalam kehidupan bernegara, namun hingga saat ini Indonesia masih belum mampu
memberikan dan mendistribusikan pendidikan keseluruh daerahnya. Masih banyak
anak-anak di luar sana yang masih buta huruf. Bahkan bukan hanya anak-anak,
para remaja pun masih ada yang tidak bisa membaca dan menulis. Pemerintah harus
menjalankan tugas dan kewajibannya dalam pemenuhan hak pendidikan ini. Meskipun
jika pada akhirnya masyarakat menolak bersekolah, pasti ada alasan dibalik itu
semua. Entah karena biaya yang memang mahal untuk mengenyam pendidikan atau
masalah lain, namun bukankah pendidikan tidak hanya didapat dari bangku
sekolah? Di sinilah peran pemerintah sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar